Silat Cekak

Sesuai dengan namanya, seni bela diri yang disebut sebagai”Silat Cekak” ini sangat erat kaitannya dengan kata “cekak” itu sendiri. Kata “cekak” mempunyai beberapa arti, yakni: (1) cekak dalam makan cekak (peribahasa Melayu-Kedah) yang berarti “kesanggupan dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas”; (2) cekak dalam bahasa Minangkabau yang berarti “ribut” atau “membuat keributan”; (3) cekak dalam kata secekak yang berarti “segenggam”; (4) cekak dalam bahasa Jawa yang berarti “ringkas”; dan (5) cekak yang berarti “pegangan”. Dengan demikian, silat cekak dalam pengertian yang pertama dapat diartikan sebagai seni bela diri yang bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan diri. Pada pengertian yang kedua silat cekak dapat diartikan sebagai seni bela diri yang digunakan untuk mempertahankan diri dalam keributan (bukan membuat keributan). Pada pengertian yang ketiga silat cekak dapat diartikan sebagai seni bela diri yang murni karena segenggam (satu aliran) dan bukan segantang (mempunyai cabang yang banyak). Pada pengertian yang keempat silat cekak dapat diartikan sebagai seni bela diri yang sistem pembelajarannya tersusun secara ringkas dan sistematis sehingga mudah dipelajari. Dan, pada pengertian yang kelima silat cekak dapat diartikan sebagai seni bela diri yang dapat dijadikan pegangan karena mempunyai pendirian dan tujuan yang jelas.

Mengacu pada pengertian-pengertian di atas, maka silat cekak dapat didefinisikan sebagai suatu jenis seni bela diri yang murni (tidak tercampur dengan unsur-unsur bela diri lainnya), mempunyai sistem pembelajaran yang tersusun secara ringkas dan sistematis, tidak hanya digunakan untuk mempertahankan diri (bukan untuk membuat keributan) tetapi juga dapat dijadikan sebagai pegangan karena mempunyai pendirian dan tujuan yang jelas.

Seni bela diri Silat Cekak dapat dipelajari oleh kaum laki-laki maupun perempuan yang beragama Islam, sehat jasmani dan rohani, dan berumur lebih dari 16 tahun (idealnya 18 tahun ke atas). Untuk mempelajari seluruh jurus dan teknik yang ada seni bela diri ini, seseorang harus menempuhnya dalam beberapa tahap yang lamanya kurang lebih 7 bulan. Namun, jika ingin lebih dalam, maka dapat meneruskan pelajarannya ke tingkat yang lebih tinggi selama sekitar tiga bulan.

Konon, dari dahulu hingga sekarang seni bela diri yang disebut sebagai Silat Cekak ini gerakan-gerakannya tidak mengalami perubahan karena mempunyai kaidah-kaidah yang tetap. Dalam hal ini gerakan-gerakan yang ada sudah sesuai dengan gerak gerik manusia yang berpikiran sehat, berjiwa tenang, dan berprinsip pada agama Islam.Oleh karena itu, dalam menghadapi lawan hanya menunggu serangan dengan berdiri lurus (posisi berdiri sewaktu Sholat), tidak berkuda-kuda dan tidak melangkah ke kiri atau ke kanan, bahkan ke belakang atau ke depan.

Sebuah nama yang sangat erat kaitannya dengan seni bela diri Silat Cekak ini adalah Ustad Haji Hanafi bin Haji Ahmad karena Beliau pada tahun 1965, telah “menghidupkan” kembali kaidah-kaidah pembelajarannya, konsep-konsep, falsafah, prinsip, pegangan (kerohanian), sehingga dewasa ini silat tersebut sangat populer di Malaysia.

Perkembangan dan Perjalanan Seni Bela Diri Silat Cekak
Sebenarnya Silat Cekak sejak dahulu telah dikenal dan dipraktekkan oleh keluarga kerajaan dan panglima-panglima Kerajaan Kedah pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Tajuddin Halim Shah II (1854--1879). Ismail, salah seorang Panglima Kerajaan Kedah yang ahli dalam seni bela diri ini, pernah menggunakannya untuk membuat seorang panglima dari Batak yang bernama Tuah tidak berdaya. Keahlian tersebut kemudian diturunkan kepada Panglima Tok Rashid. Selanjutnya, Panglima Tok Rashid menurunkan kepada Yahya Said yang berasal dari Batu Kurau, Taiping, Perak, yang ketika itu baru berumur 20 tahun. Pada saat itu Panglima Tok Rashid berpesan kepada Yahya Said agar silat tersebut diturunkan kepada anak cucunya yang berasal dari Kedah. Namun, karena Yahya Said tidak menemukan seorang pun dari muridnya yang dapat mewarisi silat itu secara sempurna, maka setelah 40 tahun, tepatnya pada 5 Ramadhan 1386 Hijriah (28 Desember 1965), baru ada seorang murid yang berhasil (mengusainya secara sempurna), yaitu Ustad Hanafi bin Haji Ahmad. 

Ustad Hanafi bin Haji Ahmad lahir di Kampung Sungai Baru, Mukim Gunung, Alor Setar, Kedah pada tahun 1923. Beliau mendapat pendidikan awal di sekolah Melayu Kampung Gunung, Alor Setar, Kedah dari tahun 1929 hingga 1933. Setelah merampungkan sekolah Melayu, kemudian meneruskan belajar agama di Alor Gonchar, Mukim Gunung, Alor Setar, Kedah, di bawah pengawasan guru Haji Osman bin Lebai Zain (1933-1936). Tahun 1936 memasuki sekolah pondok Guar Chempedak, Gurun Kedah. Di Pondok ini Beliau mendapat pelajaran agama dari Haji Abdul Majid dan pelajaran Bahasa Arab dari Yahya bin Jonid. 

Setelah menamatkan pendidikan di pondok Guar Chempedak, Ustad Hanafi bin Haji Ahmad mulai merantau ke daerah Malaysia dan Singapura untuk mendapatkan guru-guru yang dapat menambah pengetahuannya tentang Islam. Namun, sebelumnya Beliau mengabdi pada seorang guru yang kemudian menjadi bapak angkatnya, Ngah Sharif. Di dalam pengabdiannya itu Beliau harus bekerja keras, seperti memotong kayu dan mencangkul. Silat dan kebatinan baru diajarkan ketika ada waktu luang. 

Ngah Sharif inilah yang menemani Ustad Hanafi bin Haji Ahmad dalam perantauan. Sambil merantau mereka menjual apam balik dan obat tradisional. Dalam perantauannya Beliau sempat belajar pada beberapa guru terkemuka, baik di Malaysia maupun Singapura, diantaranya adalah: (1) Che Salleh bin Haji Abdul Rahman Limbong di Terengganu; (2) Kyai Muhammad Fadillah Suhaimi dari Singapura yang bertemu di Pahang; (3) Sheikh Osman Cincin di Perak; (4) Abdullah Salleh yang terkenal dengan nama Che Lah Keramat di Terengganu; dan (5) Haji Zain bin Abdul Rahman. Dari Haji Zain bin Abdul Rahman inilah Ustad Hanafi bin Haji Ahmad mendapatkan kesimpulan yang sangat baik dalam ilmu ketuhanan (ilmu Tauhid), dari Kitab Hikam Ibni Ataillah.

Pengalaman-pengalaman lain yang dialami oleh Ustad Hanafi bin Haji Ahmad selama hidupnya adalah sebagai pengumpul zakat pada tahun 1963 pada Departemen Agama Negeri Kedah. Dalam dunia politik, Beliau pernah menjadi anggota Partai Seberkas dan Partai Negara pimpinan Dato’ Onn Jaafat. Setelah keluar dari partai politik, Beliau melibatkan diri dalam perjuangan semangat kebangsaan (nasionalisme) Melayu dengan menjadi aktivis pada Pertumbuhan Seberkas Kedah, bersama-sama dengan Tan Sri Khir Johari, Tan Sri Datuk Senu Abd. Rahman dan Mashor Mohammad (saudara kandung Datuk Seri Dr. Mahatir Mohammad). Jiwa nasionalisme inilah yang memicu Ustad Hanafi untuk memperjuangkan hak budaya bangsa Melayu (sebelum Kemerdekaan Malaysia). Dan, salah satu dari sekian banyak unsur budaya Melayu yang menjadi perhatiannya adalah tentang seni silat Melayu. Beliau yakin bahwa orang Melayu juga mempunyai seni bela diri yang tidak kalah mutunya dibanding dengan seni bela diri dari bangsa lain. 

Untuk membuktikan bahwa silat Melayu tidak kalah dengan silat dari bangsa lain, Beliau sekali lagi merantau untuk menemukan seni bela diri orang Melayu yang kehebatannya dianggap benar-benar dapat mewakili seluruh seni bela diri yang ada di Malaysia. 

Suatu hari Beliau bertemu dengan seorang ahli Silat Cekak yang bernama Yahya Said. “Pucuk dicinta ulam pun tiba” barangkali peribahasa yang cocok untuk mengungkapkan pertemuan yang terjadi antara Ustad Hanafi bin Haji Ahmad dan Yahya Said karena secara kebetulan Yahya Said sedang mencari orang yang tepat untuk mewarisi ilmunya. Dan, Ustad Hanafi bin Haji Ahmad adalah orang yang menurut Yahya Said dianggap tepat untuk mewarisinya.
 
Setelah Ustad Hanafi dinyatakan lulus, maka pada bulan Februari 1966 Beliau mendirikan sebuah perguruan Silat Cekak di Kedah dengan nama Perkumpolan Seni Sari Budaya Sri Kedah yang berada di bawah naungan Persatuan Bawean Putra. Perguruan inilah yang menjadi cikal bakal Silat Cekak di Malaysia. Kepeduliannya terhadap seni bela diri inilah yang kemudian Beliau dianggap sebagai seorang tokoh besar karena telah berhasil menghidupkan kembali salah satu “pusaka” bangsa, yaitu seni Silat Cekak. Kepeduliannya itu sekaligus membangkitkan semangat dan keyakinan kepada orang Melayu bahwa Silat Cekak adalah suatu warisan budaya yang tak lapuk dek hujan dan tak lekang dek panas

Dalam perkembangan selanjutnya Silat Cekak mulai meluas hingga ke Sungai Patani, Bukit Mertajam dan uala Lumpur. Di Kuala Lumpur silat ini mula-mula diajarkan di ruangan kecil dalam sebuah kedai makanan milik Hussain bin Ahmad yang berada di Jalan Raja Alang, Kuala Lumpur. Melihat besarnya minat masyarakat Malaysia terhadap Silat Cekak, maka pada tanggal 19 Agustus1971 Ustad Hanafi bin Haji Ahmad mendaftarkannya secara resmi ke Organisasi Silat Malaysia dengan nama Persatuan Seni Silat Cekak Malaysia (PSSCM). Dalam persatuan ini Ustad Hanafi tidak hanya sebagai Guru Utama tetapi sekaligus merangkap sebagai Presiden PSSCM yang berkantor pusat di Jalan Haji Sirat No. 32, Kampung Baru, Kuala Lumpur, Malaysia (bukan di Kedah).
 
Dengan berdirinya PSSCM, minat masyarakat Malaysia untuk menjadi anggota persatuan silat ini semakin bertambah besar. Untuk itu, cabang-cabang didirikan di berbagai tempat (di seluruh Malaysia). Kantor pusat pun dipindahkan lagi ke tempat yang lebih luas, yaitu di Jalan Sentul, Kuala Lumpur.

Pada tahun 1975 PSSCM memperkenalkan logonya kepada masyarakat umum. Logo tersebut hingga sekarang masih digunakan sebagai logo resmi. Berikut ini adalah beberapa komponen logo beserta maknanya:
  1. Bintang 21, mempunyai makna Silat Cekak mengandung 21 buah jurus yang seluruhnya berfungsi untuk mempertahankan diri.
  2. Segenggam Padi, melambangkan amalan pengamal Silat Cekak yang harus menerapkan “ilmu padi”, yaitu semain berisi semakin tunduk. Padi juga menggambarkan bahwa Silat Cekak berasal dari masyarakat petani di negeri Kedah Darul Aman.
  3. Parang Lading, adalah senjata resmi dalam Silat Cekak, yang juga merupakan senjata khas orang Melayu di Kedah.
  4. Keris, melambangkan kedaulatan raja-raja Melayu, Bangsa Melayu serta negara Malaysia.
  5. Tulisan Muhammad Ahmad dalam bahasa Jawi yang diukir timbul melambangkan penekanan terhadap aspek jasmani dan rohani pada pengamal Silat Cekak.
  6. Warna kuning melambangkan kedaulatan silat pusaka bangsa Melayu.
  7. Warna merah melambangkan kesanggupan untuk mempertahankan diri dengan menggunakan Silat Cekak.
  8. Warna biru tua melambangkan kesatuan dan ketahanan antara jasmani dan rohani. Warna biru tua juga merupakan warna resmi Persatuan Seni Silat Cekak Malaysia.
  9. Warna putih melambangkan kebersihan dan kesucian.
  10. Warna hijau melambangkan keIslaman.
Ustad Hanafi bin Haji Ahmad wafat pada tanggal 13 Agustus 1986 di Kuala Lumpur dalam usia 63 tahun. Beliau meninggalkan seorang isteri bernama Maimunah binti Haji Othman dan enam orang anak. Orang yang kemudian menggantikannya, baik sebagai guru utama maupun presiden PSSCM, adalah Haji Ishak bin Itam. Pergantian itu dilakukan pada tanggal 21 September 1986. Ketika itu penobatannya disaksikan oleh keluarga Ustad Hanafi bin Haji Ahmad, ketua-ketua cabang Silat Cekak di seluruh Malaysia, dan para murid senior yang aktif di kantor pusat PSSCM. 

Sebagai catatan, Haji Ishak bin Itam adalah seorang yang sejak kecil (9 tahun) sudah berminat dengan seni silat Melayu. Dari umur 9 hingga 18 tahun Beliau belajar Silat Gayung Fatani pada Tuan Bakar dan Tuan Shafie. Kemudian, Beliau belajar Silat Kuntau Jawa pada Hasan Jawa selama dua tahun. Setelah itu, Beliau mempelajari Silat Sendeng dan Silat Minangkabau. Sebenarnya Haji Ishak bin Itam tidak hanya mempelajari ilmu silat Melayu saja, melainkan juga seni bela diri dari Thailand (Tomosi Siam), ilmu kebatinan dari Ustad Azizan (Izan), dan berbagai ilmu pengobatan tradisional.

Perkenalan Haji Ishak bin Itam dengan Silat Cekak berawal ketika Wan Omar (seorang pencukur rambut) mengajaknya untuk mempelajari Silat Cekak di perguruan milik Ustad Hanafi bin Haji Ahmad pada tahun 1969. Haji Ishak bin Itam adalah orang genius. Untuk menguasai semua jurus Silat Cekak Beliau hanya memerlukan waktu 30 hari. Setiap kali latihan, Beliau memang selalu mendapat pukulan. Namun, pukulan dengan batang pohon teh yang dilakukan oleh Ustad Hanafi bin Haji Ahmad itu sebenarnya hanya untuk mengingatkan agar Haji Ishak bin Itam sabar dalam mempelajari Silat Cekak

Setelah Haji Ishak bin Itam lulus, maka Ustad Hanafi mengangkatnya menjadi pelatih di perguruan yang ia pimpin. Selanjutnya, ketika Ustad Hanafi bin Haji Ahmad wafat (1986), Haji Ishak bin Itam diangkat menjadi guru utama dan sekaligus sebagai Presiden PSSCM. Namun, Haji Ishak bin Itam hanya mempimpin PSSCM selama 7 tahun karena dianggap menyimpang dari perjuangan yang telah digariskan oleh Sang Pendiri (Ustad Hanafi bin Haji Ahmad). Untuk itu, pada tanggal 18 Mei 1993 Beliau diminta oleh keluarga Sang Pendiri untuk menyerahkan tampuk kepemimpinan PSSCM dan sekaligus guru utama kepada anak keempat Sang Pendiri, yaitu Mohd. Radzi. Penyerahan tersebut ditetapkan dan disahkan pada tanggal 21 Mei 1993 oleh majelis yang hanya dianggotai oleh beberapa orang perwakilan keluarga Sang Pendiri dan beberapa orang yang dahulu menetapkan Haji Ishak bin Itam menjadi guru utama. Walaupun serah terima jabatan berjalan lancar bukan berarti bahwa pergantian itu didukung oleh seluruh anggota PSSCM. Banyak anggota yang merasa tidak puas dengan pergantian itu. Mereka inilah yang kemudian melaporkan ke pengurus pusat Silat Cekak dan menyatakan bahwa Haji Ishak bin Itam telah dipaksa untuk menyerahkan jabatannya kepada Mohd. Radzi bin Haji Hanafi oleh keluarga besar Ustad Hanafi bin Haji Ahmad. Mereka menilai bahwa penyerahan jabatan tersebut tidak sah. Dan, aduan tersebut ternyata membuahkan hasil karena pengurus pusat Silat Cekak, melalui Jawatan Kuasa Pusat Tergempat, membuat suatu resolusi yang menyatakan bahwa penyerahan jabatan tersebut tidak sah.

Keputusan tentang ketidak-sahan penyerahan jabatan itu membuat Mohd. Radzi merasa terpojok. Kemudian, Beliau berusaha mencari Haji Ishak bin Itam untuk menyelesaikan perkara tersebut. Namun, segala usaha yang dilakukannya hanya sia-sia. Menyadari hal itu, maka Mohd. Radzi bersama keluarganya bersepakat untuk keluar dari PSSCM dan membuat suatu organisasi baru yang bernama “Seni Silat Cekak Ustad Hanafi Malaysia” pada tanggal 5 Agustus 1994 di Selangor.

Dewasa ini Seni Silat Cekak telah berkembang di seluruh semenanjung Malaysia (12 buah cabang dan anggota sekitar 80.000 orang), dengan misi membentuk pesilat menjadi orang Melayu yang beriman dan bersatu untuk mempertahankan agama, bangsa dan negara. Sedangkan visi utamanya adalah untuk membersihkan segala tahayul dan kepercayaan terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan agama Islam. Berikut ini adalah para tokoh seni bela diri Silat Cekak.

Panglima Ismail
Panglima Negeri Kedah yang pertama kali menggunakan Silat Cekak di zaman Kesultanan Ahmad Tajuddin Halim Shah II.
Panglima Tok Rashid
Panglima Negeri Kedah yang telah mewarisi Silat Cekak dari Panglima Ismail.
Yahya Said
Penerima Silat Cekak sekaligus sebagai "Pemegang Amanah" dari Tok Rashid selama 40 tahun dari 1925 hingga 1965.
Ustad Haji Hanafi bin Haji Ahmad
Pendiri PSSCM dan sebagai Guru Utama merangkap Presiden dari 1965 hingga 1986.
Haji Ishak bin Itam
Guru Utama merangkap Presiden PSSCM menggantikan Ustad Haji Hanafi, mulai dari 21 September 1986 hingga sekarang.

Jurus-Jurus dan Teknik-teknik Khas Seni Bela Diri Silat Cekak
Jurus-jurus dan teknik-teknik yang diajarkan pada dasarnya terbagi dalam 7 tahap. Tahap pertama adalah teknik menggunakan tangan kiri dan tangan kanan, masing-masing sebanyak 4 gerakan dengan posisi tubuh berdiri lurus seperti berdiri pada waktu sholat (tidak berdiri memasang kuda-kuda). Teknik menggerakkan tangan kanan dan kiri tersebut mempunyai 4 kaidah, yaitu: (1) Kaidah yang diilhami dari gerakan doa. Pada kaidah ini akan diajarkan 11 jurus Silat Cekak, yaitu: jurus pertama, jurus kilas belakang, jurus kidung kiri, jurus hentak, jurus ali patah atas, jurus ali patah sudah bagian pertama, jurus selendang, jurus paras, jurus pasong kemanga, jurus luncur, dan jurus siku potong; (2) Kaidah yang diilhami oleh gerakan Qiam dalam sholat. Pada kaidah ini diajarkan 5 buah jurus, yaitu: Jurus Keputusan Gaung Fatani, Keputusan Sendeng Atas, jurus kuntau jatuh, jurus gari, dan jurus ali patah sudah bagian kedua; (3) Kaidah yang diilhami oleh gerakan rukuk dalam sholat. Pada kaidah ini diajarkan 3 buah jurus, yaitu: jurus kilas hadapan, jurus keputusan terlak, jurus keputusan lintau; dan (4) Kaidah yang diilhami oleh gerakan takbiratul ihram dalam sholat. Pada kaidah ini diajarkan 2 buah jurus, yaitu: jurus kuntau kiri dan jurus hempok.

Tahap kedua adalah pelajaran lanjutan yang berupa gabungan jurus-jurus dasar yang telah diajarkan pada bagian pertama, ditambah dengan gerakan-gerakan kaki. Tahap ketiga adalah pelajaran jurus-jurus dasar yang merupakan gabungan dari seluruh jenis silat Melayu, seperti: Silat Gayong Fatani, dan Silat Harimau, Silat Kuntau. Tujuan dari pelajaran jurus-jurus dasar ini adalah untuk mempertahankan diri dari segala jenis serangan yang bukan berasal dari jurus Silat Cekak.

Tahap keempat, yang merupakan inti dan juga merupakan rahasia dari Silat Cekak, adalah pelajaran mengenai teknik-teknik untuk melumpuhkan ke-21 jurus Silat Cekak yang telah disebutkan di atas. Teknik-teknik ini diajarkan karena untuk menghadapi penyerang atau musuh yang mengunakan salah satu jurus yang ada dalam Silat Cekak. Dengan teknik ini penyerang tidak berdaya. Bahkan, penyerang tersebut dapat diserang balik dengan mudah. 

Tahap kelima adalah pelajaran mengenai teknik untuk menyerang lawan dengan cara mematikan jurus-jurusnya. Pada pelajaran kelima ini yang diajarkan adalah cara menyerang sambil menangkap musuh (cekak menyerang, cekak menangkap). Konon, teknik ini hanya ada pada Silat Cekak dan tidak ada pada jenis-jenis silat yang lain. Tahap keenam adalah pelajaran mengenai teknik untuk menangkis (hanya dengan tangan kosong), segala serangan lawan yang menggunakan senjata (tongkat, pisau, keris dan lain sebagainya).

Tahap terakhir dari pelajaran Silat Cekak adalah teknik menggunakan parang lading1) dalam menghadapi serangan lawan atau musuh. Parang lading adalah senjata satu-satunya yang digunakan dalam Silat Cekak. Silat ini tidak menggunakan senjata lain seperti, keris, pisau, pedang, kelewang dan lain sebagainya, karena parang lading diyakini sudah cukup “ampuh” untuk digunakan dalam sebuah pertarungan. Disamping itu, hanya parang landinglah yang sesuai dengan kaidah-kaidah cara penangkisan yang diamalkan oleh Silat Cekak, dimana sembilan puluh persen dari mata pelajarannya menitikberatkan mengenai cara-cara untuk mempertahankan diri dari serangan lawan.

Sebagai catatan, dalam Silat Cekak juga terdapat pantangan-pantangan yang harus diindahkan oleh anggota-anggotanya. Pantangan-pantangan tersebut diantaranya adalah: (1) tidak boleh durhaka kepada guru; (2) tidak boleh durhaka kepada ibu; (3) tidak boleh durhaka kepada ayah; (4) tidak oleh berkelahi dengan sesama anggota; dan (5) tidak boleh mencaci silat Melayu.

Nilai Budaya
Silat Cekak sebagai suatu seni bela diri yang tumbuh di Kedah dan berkembang di seluruh Malaysia, jika dicermati mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan acuan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain adalah: kesehatan, kedisiplinan, kepercayaan diri, kesetiakawanan, dan sportivitas.

Nilai kesehatan tercermin dari gerakan jurus-jurus dan teknik-teknik yang dilakukan, baik ketika sedang berlatih maupun bertanding. Gerakan-gerakan Silat Cekak harus dilakukan sedemikian rupa sehingga otot-otot tubuh akan menjadi kuat dan aliran darah pun menjadi lancar. Ini akan membuat tubuh menjadi kuat dan sehat. Tubuh yang kuat dan sehat pada gilirannya akan membuat jiwa menjadi “sehat” pula, sebagaimana kata peribahasa yang berbunyi “Mensana in Korporesano” (Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat pula). Ini artinya, kesehatan merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam Silat Cekak

Nilai kerja keras tercermin dari usaha untuk menguasai jurus-jurus dan teknik-teknik yang ada dalam Silat Cekak. Untuk dapat menguasainya dengan baik, maka diperlukan kerja keras, baik ketika berlatih maupun dalam pertandingan yang sebenarnya. Tanpa kerja keras mustahil jurus-jurus dan teknik-tekniknya yang rumit itu dapat dikuasai secara sempurna. Bertolak dari pemikiran itu, maka kerja keras merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam seni bela diri Silat Cekak.
 
Mempelajari seni bela diri Silat Cekak, sebagaimana seni bela diri lainnya, berarti mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan, baik demi keselamatan dirinya maupun orang lain yang memerlukan pertolongannya. Dengan menguasai seni bela diri Silat Cekak, seseorang akan menjadi percaya diri dan karenanya tidak takut gangguan dan atau ancaman dari pihak lain. Bertolak dari pemikiran ini, maka kepercayaan diri merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam seni bela diri Silat Cekak

Mempelajari seni bela diri Silat Cekak juga memerlukan kedisiplinan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap aturan-aturan persilatan. Tanpa kedisiplinan diri dan taat serta patuh kepada aturan-aturan persilatan mustahil jurus-jurus dan teknik-teknik yang dipelajari dapat dikuasai dengan sempurna. Ini artinya, kedisiplinan merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam seni bela diri Silat Cekak

Perguruan seni bela diri Silat Cekak adalah suatu keluarga besar. Artinya, orang-orang yang belajar di perguruan tersebut, satu dengan lainnya, menganggap tidak hanya sebagai saudara seperguruan tetapi juga teman seperguruan. Sebagai seorang saudara dan seorang teman tentunya akan tidak saling menyakiti, tetapi justeru saling tolong-menolong. Bahkan, rela berkorban demi kebaikan dan atau keselamatan teman. Bertolak dari pemikiran itu, dan ini sering terjadi di kalangan mereka, maka kesetiakawanan merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam seni bela diri Silat Cekak.

Untuk “mengasah” ilmu silat perlu adanya latih-tanding dan pertandingan. Dalam latih-tanding atau pertandingan tersebut, tentu diperlukan adanya sikap dan perilaku yang sportif dari para pelakunya, sebab akan ada pesilat yang kalah dan menang. Nilai sportivitas tercermin dari pesilat yang kalah akan mengakui keunggulan lawan dan menerimanya dengan lapang dada. Oleh karena itu, sportivitas merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam seni bela diri Silat Cekak. (pepeng)

Sumber:
http://www.almuslimin.org
http://www.angelfire.comhttp://www.geocities.com
http://www.silatcekak.org
http://www.wikipedia.org

1) Parang Lading adalah suatu senjata khas Melayu, khususnya bagi orang-orang yang tinggal di Daerah Kedah. Di daerah-daerah lain di Malaysia, jenis parang ini agak jarang ditemukan. Parang lading, bagi orang Kedah adalah suatu alat yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari, seperti memotong kayu, memotong kelapa, memotong bambu dan lain sebagainya. Jadi, dengan adanya parang lading yang digunakan sebagai senjata resmi dalam silat cekak ini, maka sebagian orang meyakini bahwa seni Silat Cekak berasal dari daerah Kedah. Namun, parang lading yang digunakan dalam seni silat Cekak ini berbeda dengan dengan parang lading yang digunakan oleh masyarakat Kedah untuk keperluan sehari-hari. Parang lading yang digunakan oleh Silat Cekak mempunyai ukuran-ukuran tertentu yang disesuaikan dengan pemakainya. Panjang parang ini harus sama dengan jarak dari telinga kiri ke mata kanan atau dari telinga kanan ke mata kiri si pamakai, yang maknanya adalah “apa yang terlihat dan terdengar pasti kena”. Sedangkan lebar bagian hulu parang adalah selebar kuku ibu jari pemakai dan bagian ujungnya adalah sepanjang ibu jadi si pemakai. Bagian mata parang lebarnya sama dengan jarak antara dua mata si pemakai. Hulu parang berbentuk tapak rusa dan dibuat dari tanduk kerbau. Jadi, parang lading yang digunakan harus ditempa khusus dan tidak di jual di pasaran. Senjata ini tidak boleh digunakan untuk menyerang lawan dan hanya boleh untuk menunggu lawan menyerang terlebih dahulu, kecuali lawan menggunakan senjata api.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive