Kecamatan Jatisampurna

Letak dan Keadaan Alam
Jatisampurna merupakan salah satu dari 12 kecamatan yang ada dalam wilayah Kota Bekasi. Kecamatan ini awalnya hanyalah Kecamatan Perwakilan dari Kecamatan Pondok Gede dan baru diresmikan secara secara penuh menjadi sebuah kecamatan pada tanggal 15 Agustus 2000 oleh Walikota Bekasi waktu itu, Drs. H. Nonon Sontani.

Secara geografis wilayah Jatisampurna berada di bagian timur Kota Bekasi dengan batas-batas: sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pondok Melati, sebelah selatan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok, sebalah barat dengan Provinsi DKI Jakarta, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Jatiasih serta Kabupaten Bogor. Luas wilayahnya sekitar 6,88% dari luas keseluruhan Kota Bekasi atau 1.943,74 ha, terdiri dari 5 kelurahan, yaitu: Jatisampurna (385,90 ha), Jatikarya (495,60 ha), Jatiranggon (328,20 ha), Jatirangga (319,79 ha), dan Jatiraden (414,25 ha).

Adapun peruntukan lahannya adalah sebagai berikut: sawah tadah hujan (10 ha), pekarangan (1.581 ha), tegalan (245 ha), empang/kolam (29 ha), sawah (10 ha), tanah kering (1.185 ha), rumah tinggal (8,444 ha), rumah kontrakan (1.962 ha), ruko/kios/ supermarket/toko/showroom/dealer (20.977,87 ha), gedung serba guna/gedung olahraga/kantor (10.145 ha), sekolah (3.339 meter persegi), bengkel/pool bus (948 meter persegi), kavling (10.028 meter persegi), menara antena (72 meter persegi), gudang (5.938 meter persegi), kawasan lindung (33.024 ha), ruang terbuka hijau (50.812 ha), tanah wakaf (116.400 meter persegi), tanah negara (7.112 ha), dan pemakaman (115.000 meter persegi) (Kota Bekasi dalam Angka 2012).

Kependudukan
Penduduk Kecamatan Jatisampurna berjumlah 102.315 jiwa atau 35.621 Kepala Keluarga (KK). Jumlah penduduk yang hanya 4,15% dari total populasi Kota Bekasi tersebut jika dilihat komposisinya berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas 52.592 jiwa laki-laki (51,5%) dan 49.723 jiwa perempuan (48,5%). Mereka tersebar di 76 Rukun Warga (RW) dan 497 Rukun Tetangga (RT) dengan kepadatan sekitar 7.061 jiwa perkilometer persegi.

Mata Pencaharian
Sama seperti Kecamatan Jatiasih, penduduk Kecamatan Jatisampurna memiliki pekerjaan atau mata pencaharian yang sangat beragam, yaitu: pegawai negeri di berbagai instansi pemerintah, seperti: kelurahan, kecamatan, pemerintah daerah, buruh, TNI/Polri, dan yang bekerja di non-pemerintah, seperti: karyawan swasta, wiraswasta, pedagang keliling, perajin, seniman, petani, peternak, tukang, montir, dan lain sebagainya.

Pendidikan dan Kesehatan
Sarana pendidikan yang terdapat di Kecamatan Jatisampurna meliputi: 40 buah Taman Kanak-kanak dengan 201 orang tenaga pengajar dan 2.019 orang murid, 19 buah Sekolah Dasar Negeri dengan 169 orang tenaga pengajar dan 7.290 orang murid, 4 buah Sekolah Dasar Swasta dengan 163 orang tenaga pengajar dan 1.516 orang murid; 2 buah Sekolah Menengah Pertama Negeri dengan 59 orang tenaga pengajar dan 2.252 orang siswa, 7 buah Sekolah Menengah Pertama Swasta dengan 141 orang tenaga pengajar dan 924 orang siswa, 1 buah Sekolah Menengah Atas Negeri dengan 38 orang tenaga pengajar dan 1.432 orang siswa, 3 buah Sekolah Menengah Atas Swasta dengan 31 orang tenaga pengajar dan 781 orang siswa, 1 buah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 7 orang dan 290 orang siswa, 5 buah Sekolah Menengah Kejuruan Swasta dengan 55 orang tenaga pengajar dan 2.468 orang siswa, 5 buah Madrasah Raudhatul Athfal dengan 33 orang tenaga pengajar dan 1,230 orang siswa, 8 buah Madrasah Ibtidaiyah dengan 117 orang tenaga pengajar dan 1.361 orang siswa, 3 buah Madrasah Tsanawiyah dengan 28 orang tenaga pengajar dan 337 orang siswa, dan 4 buah pondok pesantren dengan 15 ustadz/kyai pengajar dan 183 orang santri.

Gambaran di atas menujukkan bahwa sarana pendidikan yang dimiliki oleh Kecamatan Jatiasih hanya sampai Sekolah Menengah Umum dan Madrasah. Ini artinya, jika seseorang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, mesti keluar dari Jatisampurna. Adapun sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Jatiasih dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
 
Tabel 1
Fasilitas Pendidikan Kecamatan Jatisampurna
No
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Guru
Murid
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Taman Kanak-kanak
SD Negeri
SD Swasta
SMP Negeri
SMP Swasta
SMA Negeri
SMA Swasta
SMK Negeri
SMK Swasta
Madrasah Raudhatul Athfal
Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah Tsanawiyah
Pondok Pesantren
40
19
4
2
7
1
3
1
5
5
8
3
4
201
169
163
59
141
38
31
7
55
33
117
28
15
2.019
7.290
1.516
2.252
924
1.432
781
290
2.468
1.230
1.361
337
183

Jumlah



Sumber: Kota Bekasi Dalam Angka 2012

Sementara untuk sarana kesehatan Kecamatan Jatiasih memiliki 3 buah rumah sakit berkapasitas 230 buah tempat tidur, 5 buah puskesmas, dan sebuah puskesmas pembantu dengan tenaga medis sebanyak 46 orang, terdiri atas: 8 orang dokter umum, 4 orang dokter gigi, 1 orang tenaga gizi, 1 orang SPAG, 17 orang perawat, 2 orang perawat gigi, 11 orang bidan, 2 orang tenaga kesehatan masyarakat, dan 1 orang tenaga sanitasi.

Organisasi Pemerintahan
Struktur pemerintahan Kecamatan Jatisampurna dipimpin oleh seorang camat (Drs. Dinar Faizal Badar). Dalam menjalankan tugasnya Camat dibantu oleh Sekretaris Camat (Lukmanul Hakim, S.Ip), Kelompok Jabatan Fungsonal, Seksi Pemerintahan (Indrawati Gita, S.Stp), Seksi Kependudukan (Siti Komariah, S.Pd), Seksi Ekbang (Harwengsah, SE), Seksi Kesejahteraan Sosial (Drs. Mulyadi), dan Seksi Trantib (M. Reward Aprial, S.Stp, M.Si). Untuk memperlancar tugasnya, bagian sekretariat dibantu lagi oleh Sub Bagian Umum dan Kepegawaian (Tarwiyah, S.Sos), Sub Bagian Keuangan (Royani). Berikut adalah struktur organisasi Kecamatan Jatisampurna (bekasikota.go.id).

Sumber: Bekasikota.go.id

Sama seperti kecamatan-kecamatan lain di Indonesia para aparatur Kecamatan Jatisampurna bekerja dalam satu kerangka visi dan misi yang sama untuk kemajuan Kecamatan Jatisampurna. Visi tersebut adalah “Kecamatan Jatisampurna Prima Menuju Masyarakat Cerdas dan Permukiman Sehat Bernuansa Ihsan”. Apabila diuraikan, “Masyarakat Cerdas” mengandung makna masyarakat yang mampu memanfaatkan potensi yang ada di wilayah Kecamatan Jatisampurna sehingga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanan dan pengendalian pembangunan; masyarakat yang mempunyai jiwa kemandirian; masyarakat mampu menciptakan dan mengembangkan kewirausahaan yang berbasis kerakyatan; dan tercapainya program wajib belajar pendidikan 12 tahun. “Pemukiman Sehat” mengandung makna lingkungan yang mencerminkan pola hidup sehat; lingkungan yang mewaspadai atas potensi wabah penyakit; dan lingkungan yang senantiasa berperan aktif dalam memelihara lingkungan yang sehat. Dan, “Ihsan” mengandung makna pemerintahan yang baik dan berbudi pekerti luhur.

Seluruh penjabaran misi di atas mendukung visi Kota Bekasi, yaitu “Bekasi Cerdas, Sehat dan Ihsan.” Misi merupakan pernyataan yang menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai oleh suatu organisasi sehingga dapat mengemban atau melaksanakan hal-hal yang terdapat atau ditetapkan dalam misinya. Dalam misi Kota Bekasi terkandung makna-makna yang dapat dijadikan sebagai pegangan dalam menentukan arah kebijakan, yaitu: meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan dan kesehatan; meningkatkan kewaspadaan dan penanggulangan bencana; meningkatkan kinerja aparatur dan kapasitas organisasi untuk mencapai tujuan organisasi; memberdayakan masyarakat dalam kegiatan pembangunan; dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak (bekasikota.go.id). (gufron)

Sumber:
"Profil Kecamatan Jatisampurna", diakses dari http://bekasikota.go.id/readotherskpd/155/138/profile-kecamatan-jatisampurna, tanggal 14 September 2013.

“Saat Ini, Penduduk Kota Bekasi Diprediksi 2,5 Juta Jiwa”, diakses dari http://www.bekasikota.go.id/read/6879/saat-ini-penduduk-kotabekasi-diprediksi-25-juta-jiwa, tanggal 22 Desember 2013

Kebo Iwa

(Cerita Rakyat Daerah Bali)

Alkisah, pada zaman dahulu di daerah Bali ada sepasang suami-isteri yang sangat kaya raya. Tetapi walau dikelilingi harta yang berlimpah ruah, kebahagiaan mereka seakan belum lengkap karena belum memiliki momongan. Oleh karena itu, mereka selalu rajin ke pura untuk bersembahyang dan memohon kepada Yang Maha Kuasa agar dikaruniai momongan.

Walau memerlukan waktu bertahun-tahun, doa mereka akhirnya terkabul juga. Sang Isteri mulai mengandung dan sembilan bulan kemudian lahirlah seorang bayi laki-laki yang sehat. Tetapi tidak seperti kebanyakan bayi lainnya yang masih mengandalkan air susu ibu sebagai asupan makanannya, bayi ini telah dapat mengkonsumsi makanan orang dewasa.

Akibatnya, tentu dapat ditebak. Sang bayi tumbuh dengan sangat cepat melebihi bayi-bayi lain yang seusia dengannya. Tubuhnya menjadi sangat besar menyerupai seekor kerbau dan ketika dewasa oleh masyarakat sekitar diberi julukan sebagai "Kebo Iwa" yang berarti "Paman Kerbau". Kebo Iwa memiliki selera makan yang seakan tiada habisnya dan bahkan bertambah rakus, sehingga lama-kelamaan habislah harta benda orangtuanya hanya untuk memenuhi kebutuhan makannya.

Oleh karena segala harta-benda telah ludes, orangtua Kebo Iwa meminta batuan warga desa untuk mengurus anak mereka. Warga desa yang merasa iba secara bergotong-royong membangun sebuah rumah yang sangat besar khusus untuk Kebo Iwa. Mereka juga menyediakan segala macam makanan baginya. Namun, lama-kelamaan warga desa pun tidak sanggup dan hanya menyediakan bahan mentahnya saja untuk dimasak sendiri oleh Kebo Iwa.

Apabila warga desa yang jumlahnya ratusan orang juga tidak mampu memenuhi selera makan Kebo Iwa, tentu dapat diperkirakan seberapa besar perawakannya. Dia laksana seorang raksasa yang serba besar. Apabila bepergian, dia hanya tinggal melangkah beberapa kali sudah cukup untuk keluar dari desanya. Apabila ingin minum, dia hanya perlu menusukkan salah satu jarinya ke tanah, maka keluarlah air dari dalam tanah dan membentuk sebuah sumur.

Keunggulan tubuh ini ternyata bermanfaat dan bukan hanya sebagai beban bagi orangtua dan warga desa lainnya. Hal ini terjadi ketika Pulau Bali diserang oleh pasukan dari Kerajaan Majapahit. Kebo Iwa berhasil menahan serangan mereka dan bahkan menghalaunya hingga keluar dari Bali.

Terkejut akan kekalahan itu, apalagi hanya melawan satu orang saja, para petinggi Kerajaan Majapahit kemudian mengatur siasat. Dalam siasat tersebut mereka mengundang Kebo Iwa datang ke Majapahit untuk membantu membuatkan sumur bagi warga masyarakat yang sedang mengalami kekeringan. Kebo Iwa yang berhati jujur dan lurus menyanggupinya tanpa merasa curiga.

Sesampainya di Majapahit, dia segera membuat ratusan buah sumur bagi warga masyarakat. Terakhir, dia dimintai tolong membuat sebuah sumur besar yang sangat dalam. Dan, ketika tengah berada di dasar sumur yang dalam itulah pasukan Majapahit menimbunnya dengan kapur hingga nafasnya sesak dan akhirnya meninggal dunia.

Diceritakan kembali oleh ali gufron

Pangga

Pangga adalah perlengkapan penari laki-laki di daerah Sulawesi Tengah saat mempertunjukkan tarian dalam upacara penyembuhan, seperti Tari Balia Bone, Tari Jinja, atau sejenisnya. Pangga atau disebut juga sebagai sinjulo ini adalah sebagai penanda bahwa yang mengenakannya adalah seorang laki-laki yang sedang mempertunjukkan tarian perempuan (Zohra, dkk: 1988). Laki-laki ini bukanlah seorang banci atau wadam, melainkan laki-laki tulen yang hanya berperan sebagai perempuan pada saat menari. Jadi, ketika sedang tidak menari mereka berperilaku sebagaimana layaknya laki-laki (telukpalu.com).

Pangga atau Sinjulo terbuat dari bahan kulit kayu. Adapun proses pembuatannya diawali dengan mencari pohon yang kulitnya kuat dan lentur. Apabila pohon telah ditemukan, maka diadakan upacara sebelum melakukan penebangan. Tujuannya adalah agar roh penghuni pohon tidak marah karena tempat tinggalnya ditebang atau dirusak. Peralatan dan perlengkapan upacara diantaranya berupa seekor ayam berwarna putih serta nasi ketan berwarna hitam, kuning, dan merah (warisanbudayaindonesia.info).

Selesai upacara barulah bagian pohon yang besar (tidak seluruhnya) ditebang sepanjang sekitar 60 centimeter. Kayu hasil tebangan itu kemudian direndam dalam air sungai atau kolam selama tiga hari tiga malam agar kulitnya mudah dikelupas. Bila kulit telah dikelupas proses selanjutnya adalah memukulinya dengan alat pemukul khusus agar menjadi lebar dan tipis. Kemudian, kulit kayu itu direndam selama tiga hari tiga malam lalu dipukuli lagi dan dijemur agar kering. Setelah kering, kulit kayu dipotong dengan panjang sekitar 150 centimeter dan lebar 50 centimeter lalu dilipat menjadi dua bagian. Pada salah satu sisi diguting membentuk huruf V sebagai tempat untuk memasukkan kepala. Dan, proses terakhir, pangga diberi cat warna merah menggunakan bahan dari buah atau air kayu lambugu. Sebagai catatan, saat ini penggunaan kulit kayu sebagai bahan pembuat pangga sudah jarang dilakukan. Para seniman tari lebih memilih kain yang warnanya disesuaikan dengan kostum yang dipakai. (gufron)

Sumber:
Mahmud, Zohra et.al. 1988/1989. Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Daerah Sulawesi Tengah. Palu: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

"Pangga", diakses dari http://warisanbudayaindonesia.info/view/warisan/2524/Pangga, tanggal 20 September 2014

"Peralatan Tari Tradisional", diakses dari http://telukpalu.com/2008/04/peralatan-tari-tradisional/, tanggal 19 September 2014.

Hikayat Raja Berekor

(Cerita Rakyat Daerah Belitung)

Alkisah, pada zaman dahulu kala di daerah Belitung ada sebuah kerajaan yang makmur sejahtera. Tetapi di tengah kemakmuran dan kesejahteraan tersebut terjadilah sebuah peristiwa menggemparkan yang membuat malu seisi kerajaan, terutama Sang Raja. Peristiwa tersebut adalah hamilnya puteri raja yang disebabkan karena berhubungan intim dengan anjing kesayangannya sendiri. Akibatnya, dia pun diusir dari kerajaan untuk menghilangkan malu sekaligus aib kerajaan.

Setelah di usir, sambil membawa perbekalan secukupnya Sang Putri bersama anjing kesayangannya pergi menuju hutan belantara yang jauh dari kerajaan. Beberapa bulan kemudian lahirlah seorang bayi laki-laki. Namun, tidak seperti bayi pada umumnya, bayi hasil hubungan manusia dengan seekor anjing ini memiliki perawakan yang aneh, yaitu sekujur tubuhnya dipenuhi bulu serta berekor layaknya seekor anjing.

Anak ini dipelihara dengan penuh kasih sayang. Semenjak bayi hingga beranjak dewasa dia selalu diajak oleh orang tuanya (Sang Putri dan anjing kesayangannya) berburu binatang hutan, menangkap ikan sungai, serta mencari segala macam tetumbuhan yang dapat dikonsumsi sebagai makanan. Maklum, semenjak diusir dari istana, persediaan makanan yang diberikan hanya cukup untuk beberapa minggu saja. Selanjutnya, mereka harus mencari makan sendiri hanya yang bertumpu pada kemurahan alam hutan.

Suatu hari, karena merasa sudah cukup ahli, si anak berekor pergi berburu seorang diri. Di suatu tempat dia berjumpa dengan sepasang burung kutilang yang sedang memberi makan anaknya. Awalnya, dia akan memanah kedua induk burung tersebut. Namun, dia mengurungkan niat karena melihat keharmonisan rumah tangga burung kutilang itu. Walau harus mencari serangga jauh dari sarang, induk kutilang tetap mencari dan memberi makan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Mereka tidak menghiraukan kalau perut sendiri belum terisi makanan.

Ketika kembali ke rumah, si anak berekor segera menceritakan keluarga burung kutilang yang dilihatnya tadi. Di akhir cerita, si anak berekor mengajukan sebuah pertanyaan yang sangat mengejutkan ibundanya. Dia bertanya, di manakah ayahnya berada. Dia beranggapan kalau binatang sekecil burung kutilang saja membentuk sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anakya. Dalam pikirannya, tentu dia juga memiliki seorang ibu dan juga ayah. Tetapi selama ini yang dilihatnya hanyalah ibu dan anjing kesayangan ibunya saja.

Terkejut dengan pertanyaan anaknya, Sang Ibu tidak mau menceritakan kejadian yang sebenarnya. Dia hanya mengatakan bahwa ayah si anak berekor tidak ada. Tetapi jawaban tersebut sangat tidak memuaskan si anak. Dia terus saja mendesak dan bahkan saking kesalnya malah mengancam akan menggunakan kekerasan apabila tidak mendapat keterangan yang sesungguhnya.

Takut akan ancaman si anak berekor yang memiliki tubuh besar, kuat, dan kekar, akhirnya Sang Ibu pun menjawab bahwa ayahnya adalah anjing yang selama ini tinggal bersama mereka. Anjing itu bernama Tumang. Pantas saja anjing ini selalu berada tidak jauh dari mereka dan bersikap seakan selalu menjaga dan melindungi.

Mendengar jawaban sang ibu, kini giliran si anak berekor yang terkejut setengah mati. Dia tidak menyangka dan sekaligus tidak percaya kalau ayahnya adalah seekor anjing. Dengan sangat marah, dalam sekejap mata dia langsung menangkap Tumang yang sedang berdiri di samping ibundanya. Tubuh Tumang lalu diangkat tinggi dan dijatuhkan dengan sangat keras ke tanah. Akibatnya, tulang tengkorak kepala Tumang pecah dan dia pun mati seketika. Anjing kesayangan yang sekaligua ayah dari si anak berekor itu telah mati di tangan anaknya sendiri. Bangkainya kemudian dibawa ke sungai untuk dihanyutkan.

Begitulah, waktu pun terus berlalu. Keluarga itu kini hidup tanpa anjing kesayangan yang sekaligus merangkap sebagai suami dan ayah. Sang Ibu tampak semakin tua karena hatinya selalu diliputi kesedihan. Sementara anaknya tumbuh menjadi seorang pemuda nekat namun gagah berani dan tidak takut dengan siapapun. Dia sudah tidak ingat lagi kalau telah membunuh ayahnya dan secara tidak sadar membuat ibunya selalu bersedih hati.

Suatu hari, sang pemuda berekor berniat mencari pengalaman baru di luar tempat tinggalnya. Oleh Sang ibu dia disarankan untuk membuat sebuah perahu. Selesai perahu dibuat, diisilah dengan berbagai macam perbekalan lalu digunakan untuk berlayar mengarungi samudra tanpa mengetahui arah mana yang akan dituju. Pikirnya, ke manapun perahu ini berlayar, suatu saat pasti akan bersandar juga.

Beberapa minggu kemudian sampailah dia di sebuah pantai dekat dengan perkampungan nelayan. Di sana dia mendapat penjelasan bahwa tempat itu adalah merupakan wilayah kekuasaan Raja Palembang. Kagum akan kehebatan Raja Palembang, si pemuda berekor segera mendatangi istananya. Maksudnya adalah untuk mengajukan diri menjadi raja juga agar dapat memperoleh kekuasaan seperti Raja Palembang.

Ternyata ajuan itu disetujui oleh Raja Palembang, asalkan si pemuda berekor memerintah di daerah asalnya sendiri dan daerah tersebut nantinya menjadi taklukan Raja Palembang. Syarat itu langsung diterima oleh si pemuda berekor, maka jadilah dia sebagai seorang raja. Julukannya adalah raja berekor karena memiliki ekor panjang layaknya kera. Raja baru ini kemudian diperintahkan kembali ke daerah asalnya dengan membawa pengikut yang berasal dari daerah jajahan Raja Palembang. Jumlah mereka diperkirakan setara dengan delapan gantang bulir padi.

Sesampainya di daerah asal, Raja Berekor memerintahkan para pengikutnya membuat istana di sekitar Aik Bebulak atau yang sekarang sejajar dengan aliran Sungai Cerucuk yang melintasi Kampung Perawas. Di tengah-tengah ruang istana dibuat sebuah singgasana dari sebuah tempayan besar yang di atasnya diletakkan sebilah papan dari kayu ulin yang diberi lubang. Fungsi lubang adalah sebagai tempat memasukkan ekor ketika duduk di singgasana.

Selanjutnya, Raja Berekor membentuk sebuah "kabinet" yang terdiri atas: perdana menteri, menteri, hulubalang, dan pesuruh. Jumlah kabinet inti adalah sembilan orang yang salah seorang diantaranya bernama Sikum. Selain itu, dipekerjakan pula sejumlah perempuan sebagai juru masak, pelayan, dan dayang istana. Hasilnya, roda pemerintahan mulai berjalan sesuai dengan rencana Raja Berekor.

Di tengah kegembiraan dapat menjadi raja yang menguasai sebuah wilayah beserta penghuni yang ada di dalamnya, ada suatu kejadian aneh. Kejadian itu bermula ketika ada seorang juru masak membuat kelalaian saat menyiapkan makanan siang untuk Sang Raja Berekor. Secara tidak sengaja salah satu jarinya tersayat pisau hingga berdarah dan menetes dalam makanan yang siap dihidangkan. Ketika akan diganti dengan yang baru makanan itu terlanjur dibawa oleh pelayan lain ke meja makan Raja Berekor.

Sang Raja yang tidak mengetahui langsung saja menyantap makanan itu dengan lahap. Bahkan sangat lahap karena dia merasa belum pernah memakan masakan yang selezat itu. Usai makan, Raja Berekor langsung memanggil perdana menterinya untuk mencari dan membawa orang yang meracik makanannya.

Singkat cerita, dengan tubuh gemetar dan wajah pucat pasi juru masak menghadap Sang Raja Berekor. Dia lalu menceritakan seluruh kejadian tentang masakan yang dihidangkan pada Sang Raja Berekor pada hari itu. Dia juga bersedia menerima hukuman karena melakukan kelalaian hingga makanan bercampur dengan darahnya.

Tanpa dinyana, bukannya marah Raja Berekor malah terbahak-bahak. Dia mengatakan pada juru masak kalau makanan yang dihidangkannya adalah makanan paling lezat yang pernah dia rasakan. Darah manusia yang secara tidak sengaja tercampur dalam masakan ternyata membuatnya lebih sedap dan nikmat. Pikir Raja Berekor, mungkin akan sangat nikmat apabila daging manusia juga ikut dijadikan sebagai makanan.

Tidak berapa lama kemudian Raja Berekor menyuruh si juru masak pergi lalu memanggil lagi perdana menteri. Setelah perdana menteri menghadap, Raja Berekor menitahkannya untuk mencari manusia yang sehat jasmaninya. Apabila tertangkap, mereka akan dijadikan tawanan untuk selanjutnya satu persatu dikorbankan sebagai santapan Sang Raja Berekor.

Awalnya perdana menteri menolak perintah tersebut. Selama hidup, dia tidak pernah melihat dan bahkan mendengar kalau daging manusia dijadikan sebagai makanan. Tetapi karena Sang Raja Berekor memperlihatkan kemurkaannya, mau tidak mau perdana menteri menurutinya, walau dalam hati tidak sependapat. Korban pertama adalah orang yang dianggap paling bersalah, yaitu si juru masak. Apabila dia tidak ceroboh, maka Raja Berekor tidak akan mungkin terbit selera untuk memakan daging manusia.

Sejak saat itu, ada saja rakyat yang dikorbankan setiap harinya sebagai santapan Raja Berekor. Mereka dapat berasal dari kalangan kanak-kanak, remaja, orang dewasa, orang tua, laki-laki, perempuan, bergantung dari selera Raja Berekor. Jumlah korbannya dapat satu hingga tiga orang dalam sehari. Akibatnya, semakin hari jumlah penduduk berkurang hingga tinggal para hulubalang dan sembilan orang "kabinet inti" kerajaan saja.

Sebagian dari hulubalang yang tidak ingin mati sia-sia segera melarikan diri ke daerah Belantu, Sijuk, dan Buding. Sementara sebagian lainnya yang tidak sempat melarikan diri terpaksa harus menjadi korban selanjutnya. Akhirnya, yang tersisa hanya tingal sembilan orang "kabinet inti" kerajaan dan Raja Berekor saja. Oleh karena itu, agar "adil" Raja Berekor memberikan sebuah teka teki berbunyi "Delipat kembang delokir, delima kembang delikam" yang harus dijawab dalam waktu dua hari. Apabila tidak dapat menjawab, maka secara bergiliran mereka akan dijadikan sebagai menu santapan.

Tanpa membuang waktu, para anggota "kabinet inti" kerajaan segera bermusyawarah untuk memecahkan teka teki Raja Berekor. Tetapi baru tengah malam teka teki itu dapat terpecahkan oleh salah seorang diantara mereka, yaitu Sikum. Dia dahulu pernah bekerja dalam pemerintahan Raja Palembang sehingga dapat memecahkan arti dari teka-teki itu, yaitu empat orang akan dimakan pada waktu siang, dan lima orang akan dimakan waktu malam.

Tetapi mereka berubah pikiran ketika Sikum mengutarakan pendapat untuk menghukum mati Raja Berekor. Adapun caranya tidak langsung berhadapan mengadu kekuatan, karena walau bersembilan rasanya tidak mungkin untuk mengalahkan Raja Berekor yang sangat kuat, bengis, dan kejam. Mereka bersiasat menggunakan pantun lagi agar Raja Berekor berpikir keras untuk menjawabnya. Saat raja berpikir keras tersebut tentu kewaspadaannya akan menurun sehingga kemungkinan besar akan kalah ketika nanti diserang secara tiba-tiba menggunakan dua buah alu sakti yang dahulu ikut dibawa dari daerah kekuasaan Raja Palembang. Kayu ini dinamakan Simpor Laki yang konon dapat dijadikan sebagai penangkal binatang buas yang hidup di hutan.

Dua hari kemudian tibalah masanya untuk menjawab teka teki Raja Berekor. Saat menghadap dua orang diantara mereka membawa alu dan bukan tombak sebagaimana biasanya. Selanjutnya, Perdana Menteri menjawab teka teki Raja Berekor dengan berpantun. Sebelum Raja Berekor sempat mencerna seluruh isi pantun tersebut, Sikum mengucapkan sebuah pantun lagi yang membutnya bertambah bingung. Dan, di saat Raja Berekor bingung itulah serentak mereka melancarkan serangan. Lima orang memegangi ekornya, sedangkan sisanya ada yang memukul kepalanya dengan alu dan ada pula yang menusuk badannya dengan tombak. Akibatnya, tubuh kekar itu langsung tersungkur bersimbah darah. Mayatnya kemudian dibawa dan dihayutkan ke sungai.

Diceritakan kembali oleh Gufron

Yamaha SRX600 (1988)

Technical Specifications
1988 Yamaha SRX600
Engine
Engine type Air cooled, four stroke, single cylinder, SOHC
Bore x Stroke 96.0 Ñ… 84.0 mm
Displacement 608 cc
Valves 4 valves per cylinder
Compression ratio 8.5:1
Max Power 42 hp @ 6500 rpm (rear tyre 37.9 hp @ 6300 rpm)
Max Torque 4.9 kgf-m @ 5500 rpm
Fuel system 27mm Teikei carb
Transmission 5-speed
Final drive Chain
Clutch Wet, multi-plate type
Ignition type CDI
Starting system Kick starter
Lubrication Wet sump
Intake system
Spark plug
Battery
Gear ratios
Dimensions
Frame type
Rake
Overall length
Overall width
Overall height
Wheelbase
Seat height
Ground clearance
Weight 155 kg
Fuel capacity 15 litres
Color
Suspension (front) 36mm Telescopic forks 134mm wheel travel.
Suspension (rear) Dual Kayaba shocks 5-way adjustable for preload
Tyre (front) 100/80-V18
Tyre (rear) 120/80-V18
Brake (front) Dual disc brake
Brake (rear) Single disc brake

Image: http://www.motorcycleclassics.com/classic-japanese-motorcycles/yamaha-srx600.aspx

Yamaha RZ125 (1982)

Technical Specifications
1982 Yamaha RZ125
Engine
Engine type Liquid cooled, two stroke, single cylinder.
Bore x Stroke 56.0 Ñ… 50.6 mm
Displacement 123 cc
Valves 2 valves per cylinder
Compression ratio 6.4:1
Max Power 20 hp @ 9500 rpm
Max Torque 1.5 kgf-m @ 9250 rpm
Fuel system 24mm Mikuni carb
Transmission 6-speed
Final drive Chain
Clutch Wet, multi-plate type
Ignition type
Starting system Kick starter
Lubrication Wet sump
Intake system
Spark plug
Battery
Gear ratios
Dimensions
Frame type
Rake
Overall length
Overall width
Overall height
Wheelbase
Seat height
Ground clearance
Weight
Fuel capacity 12.7 litres
Color White
Suspension (front) Telescopic fork
Suspension (rear) Monocross linkage 6-way preload adjustment
Tyre (front) 80/100-S18
Tyre (rear) 90/100-S18
Brake (front) Single disc brake 245mm
Brake (rear) Drum brake 130mm

Image: http://global.yamaha-motor.com/showroom/library/grid/

Yamaha TZ250 (2000)

Technical Specifications
2000 Yamaha TZ250
Engine
Engine type Liquid Cooled 2-Stroke Crankcase Reed Valve, v-twin cylinder
Bore x Stroke 54.0 x 54.5 mm
Displacement 249 cc
Valves 2 valves per cylinder
Compression ratio 7.7:1
Max Power 92PS (67.7kW)@12250 rpm
Fuel system Max Torque 5.4kgf-m (52.9N-m)@11750 rpm
TM38c x2
Transmission 6-speed constant mesh
Final drive Chain
Clutch Dry, Multiplate coil spring
Ignition type CDI
Starting system Push starter
Lubrication Wet sump
Intake system
Spark plug
Battery
Gear ratios 1st: 1.889 2nd: 1.476 3rd: 1.261 4th: 1.080 5th: 0.963 6th: 0.909
Dimensions
Frame type Diamond
Caster/trail 22 degrees/82 mm
Overall length 1828 mm
Overall width 510 mm
Overall height 1033 mm
Wheelbase 1242 mm
Seat height 780 mm
Ground clearance 110 mm
Weight 72.3 kg
Fuel capacity 23 litres
Color White/red
Suspension (front) Telescopic form
Suspension (rear) Swingarm
Tyre (front) 3.10/4.80-R17
Tyre (rear) 165/55-R17
Brake (front) Hydraulic Dual disc brake
Brake (rear) Hydraulic single disc brake

Image: http://homepage.ntlworld.com/gavin.prior/tzr500/

Yamaha TZ125 (1999)

Technical Specifications
1999 Yamaha TZ125
Engine
Engine type Liquid Cooled 2-Stroke Crankcase Reed Valve, single cylinder
Bore x Stroke 54.0 x 54.5 mm
Displacement 124 cc
Valves 2 valves per cylinder
Compression ratio 11.5:1
Max Power 44PS (32.3kW)@12250 rpm
Max Torque 2.55kf-m (25.0N-m)@12000 rpm
Fuel system PWM38x1
Transmission 6-speed constant mesh
Final drive Chain
Clutch Dry, Multiplate coil spring
Ignition type CDI
Starting system Electric starter
Lubrication Wet sump
Intake system
Spark plug
Battery
Gear ratios 1st: 2.000 2nd: 1.632 3rd: 1.412 4th: 1.250 5th: 1.143 6th: 1.083
Dimensions
Frame type Diamond
Caster/trail 22.6 degrees/85.5 mm
Overall length 1828 mm
Overall width 510 mm
Overall height 1033 mm
Wheelbase 1242 mm
Seat height 780 mm
Ground clearance 110 mm
Weight 72.3 kg
Fuel capacity 13 litres
Color White/red
Suspension (front) Telescopic fork
Suspension (rear) Swingarm
Tyre (front) 95/70-R17
Tyre (rear) 125/55-R17
Brake (front) Hydraulic single disc brake
Brake (rear) Hydraulic single disc brake

Image: http://www.rmanual.com/part_725/Yamaha+Tz125+1995-1997+Service+Repair+Manual.htm

Kecamatan Jatiasih

Letak dan Keadaan Alam
Jatiasih merupakan salah satu dari 12 kecamatan yang ada dalam wilayah Kota Bekasi. Secara geografis wilayahnya berada pada titik koordinat 106°57'51'' Bujur Timur dan 6°17'32'' Lintang Selatan dengan batas-batas: sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bekasi Selatan, sebelah selatan dengan Kecamatan Jatisampurna, sebalah barat dengan Kecamatan Pondok Gede dan Pondok Melati, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Rawalumbu serta Kabupaten Bogor.

Wilayah Jatiasih awalnya hanyalah sebuah kecamatan perwakilan hasil pemekaran dari Kecamatan Pondok Gede pada sekitar tahun 1986. Dan, baru pada tahun 2004 Jatiasih menjadi sebuah kecamatan penuh berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 04 tahun 2004 tentang pembentukan wilayah administrasi kecamatan dan kelurahan. Wilayahnya seluas 2.356,1 km2 atau 2.324,921 ha, terbagi atas 6 kelurahan, yaitu: (a) Jatisari seluas 523,50 ha dengan rincian 205,31 ha pemukiman, 10,20 ha lahan pertanian, dan 16,90 ha lahan industri; (b) Jatiasih seluas 291,69 ha dengan rincian 257,05 ha pemukiman, 5,85 ha lahan pertanian, dan 3,50 ha lahan industri; (c) Jatikramat seluas 399,50 ha dengan rincian 57,60 ha pemukiman, 3,50 lahan pertanian, dan 12,90 lahan industri; (d) Jatiluhur seluas 396,09 ha dengan rincian 41,46 ha pemukiman, 15,00 ha lahan pertanian, dan 0,06 ha lahan industri; (e) Jatimekar seluas 440,18 ha dengan rincian 99,46 ha pemukiman dan 7,52 lahan industri; dan (f) Kelurahan Jatirasa seluas 273,94 ha dengan rincian 160,46 ha pemukiman, 34,55 ha lahan pertanian, dan 43,38 ha lahan industri (http://bekasikota.go.id).

Secara lebih rinci lagi peruntukan lahan di Kecamatan Jatiasih adalah sebagai berikut: sawah tadah hujan (10 ha), pekarangan (1.653 ha), tegalan (803 ha), empang/kolam (14 ha), sawah (10 ha), tanah kering (1.838 ha), rumah tinggal (17.759, 6 ha), rumah kontrakan (3.358 ha), ruko/kios/supermarket/toko/showroom/dealer (19.533 ha), gedung serba guna/gedung olahraga/kantor (2.093 ha), sekolah (3.754 meter persegi), bengkel/pool bus (1.560 mete persegi), kavling (17.405 meter persegi), menara antena (326 meter persegi), gudang (4.075 meter persegi), tanah wakaf (98.420 meter persegi), tanah negara (120.000 meter persegi), dan pemakaman (98.000 meter persegi) (Kota Bekasi dalam Angka 2012).

Kependudukan
Penduduk Kecamatan Jatiasih berjumlah 214.875 jiwa atau 45.851 Kepala Keluarga (KK). Jumlah penduduk tersebut jika dilihat komposisinya berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas 109.978 jiwa laki-laki (50,5%) dan 104.888 jiwa perempuan (49,5%). Mereka tersebar di 97 Rukun Warga (RW) dan 608 Rukun Tetangga (RT) dengan kepadatan sekitar 9.767 jiwa perkilometer persegi.

Mata Pencaharian
Jenis-jenis mata pencaharian yang digeluti oleh warga masyarakat Kecamatan Jatiasih sangat beragam, yaitu: pegawai negeri di berbagai instansi pemerintah, seperti: kelurahan, kecamatan, pemerintah daerah, buruh, TNI/Polri, dan yang bekerja di non-pemerintah, seperti: karyawan swasta, wiraswasta, pedagang keliling, perajin, seniman, peternak, tukang, montir, dan lain sebagainya.

Pendidikan dan Kesehatan
Sarana pendidikan yang terdapat di Kecamatan Jatiasih meliputi: 71 buah Taman Kanak-kanak dengan 355 orang tenaga pengajar dan 3.172 orang murid, 40 buah Sekolah Dasar Negeri dengan 346 orang tenaga pengajar dan 17.853 orang murid, 14 buah Sekolah Dasar Swasta dengan 554 orang tenaga pengajar dan 3.973 orang murid; 5 buah Sekolah Menengah Pertama Negeri dengan 154 orang tenaga pengajar dan 5.776 orang siswa, 15 buah Sekolah Menengah Pertama Swasta dengan 159 orang tenaga pengajar dan 2.555 orang siswa, 2 buah Sekolah Menengah Atas Negeri dengan 26 orang tenaga pengajar dan 2.708 orang siswa, 8 buah Sekolah Menengah Atas Swasta dengan 50 orang tenaga pengajar dan 798 orang siswa, 1 buah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 10 orang dan 260 orang siswa, 6 buah Sekolah Menengah Kejuruan Swasta dengan 76 orang tenaga pengajar dan 2.597 orang siswa, 29 buah Madrasah Raudhatul Athfal dengan 142 orang tenaga pengajar dan 1.089 orang siswa, 21 buah Madrasah Ibtidaiyah dengan 286 orang tenaga pengajar dan 3.823 orang siswa, 10 buah Madrasah Tsanawiyah dengan 235 orang tenaga pengajar dan 1.935 orang siswa, 3 buah Madrasah Aliyah dengan 56 orang tenaga pengajar dan 412 orang siswa, dan 26 buah pondok pesantren dengan 119 ustadz/kyai pengajar dan 2.239 orang santri.

Gambaran di atas menujukkan bahwa sarana pendidikan yang dimiliki oleh Kecamatan Jatiasih hanya sampai Sekolah Menengah Umum dan Madrasah. Ini artinya, jika seseorang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, mesti keluar dari Jatiasih. Adapun sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Jatiasih dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1
Fasilitas Pendidikan Kecamatan Jatiasih
No
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Guru
Murid
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Taman Kanak-kanak
SD Negeri
SD Swasta
SMP Negeri
SMP Swasta
SMA Negeri
SMA Swasta
SMK Negeri
SMK Swasta
Madrasah Raudhatul Athfal
Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah Tsanawiyah
Madrasah Aliyah
Pondok Pesantren
71
40
14
5
15
2
8
1
6
29
21
10
3
26
355
346
554
154
159
26
50
10
76
152
286
235
56
119
3.172
17.853
3.973
5.776
2.555
2.708
798
260
2.597
1.089
3.823
1.935
412
2.239

Jumlah



Sumber: Kota Bekasi Dalam Angka 2012

Sementara untuk sarana kesehatan Kecamatan Jatiasih memiliki sebuah rumah sakit, 6 buah puskesmas, dan 2 buah puskesmas pembantu dengan tenaga medis sebanyak 46 orang, terdiri atas: 8 orang dokter umum, 4 orang dokter gigi, 1 orang apoteker, 1 orang SPAG, 13 orang perawat, 3 orang perawat gigi, 14 orang bidan, 1 orang tenaga kesehatan masyarakat, dan 1 orang tenaga sanitasi.

Agama dan Kepercayaan
Warga masyarakat Jatiasih menganut agama dan kepercayaan yang beragam. Kecamatan ini memiliki 104 buah mesjid, 110 buah langgar, 3 buah gereja, 1 buah vihara, dan 1 buah gedung atau bangunan tempat penganut kepercayaan aliran kebatinan Perjalanan yang tersebar di permukiman penduduk. Fungsi dari mesjid dan langgar selain sebagai tempat ibadah, baik sholat lima waktu, sholat Jumat, tarwih, dan sholat yang berkenaan dengan hari-hari besar agama Islam (Idul Fitri dan Idul Adha), juga digunakan untuk pengajian dan berkesenian (qasidahan). Sementara fungsi gereja dan vihara merupakan sarana peribadatan dan sosialisasi keagamaan bagi umat kristen dan budha yang ada di sana.

Organisasi Pemerintahan
Struktur organisasi pemerintahan tertinggi di Kecamatan Jatiasi dipegang oleh seorang Camat. Dalam menjalankan tugasnya Camat dibantu oleh Sekretaris Kecamatan, Kelompok Jabatan Fungsional, Seksi Pemerintahan, Seksi Trantib, Seksi Ekonomi dan Pembangunan, Seksi Kesejahteraan Sosial, Seksi Kependudukan, Lurah Jatiasih, Lurah Jatirasa, Lurah Jatimekar, Lurah Jatikramat, Lurah Jatiluhur, dan Lurah Jatisari. Untuk melaksanakan tugasnya, bagian sekretariat dibantu lagi oleh Sub Bagian Umum dan Kepegawaian dan Sub Bagian Keuangan. Berikut adalah struktur organisasi Kecamatan Jatiasih.

Sumber: Bekasikota.go.id

Para aparatur kecamatan tersebut bekerja dalam satu kerangka visi dan misi yang sama untuk kemajuan Kecamatan Jatiasih. Visi tersebut adalah “Unggul dalam Jasa Pelayanan dan Pemukiman yang Sehat bernuansa Ihsan” yang dapat ditafsirkan sebagai harapan bahwa Kecamatan Jatiasih menjadi salah satu kecamatan yang unggul dalam jasa pelayanan dan pemukiman sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Apabila diuraikan menurut per-katanya, “unggul” dapat diartikan menunjukkan hasil yang lebih baik dan berkualitas dari sebelumnya, keinginan untuk berkembang, berproduktivitas dan efisiensi tinggi, dan memiliki daya saing tangguh. “Jasa pelayanan” meliputi pelayanan kemasyarakatan yang dilakukan pemerintah serta pelayanan jasa kegiatan ekonomi. “Pemukiman yang sehat” mengandung arti kebutuhan papan bagi masyarakat Bekasi harus sesuai dengan kaidah yang berlaku agar menciptakan kehidupan yang lebih baik; dan kata “Bernuansa ihsan” mengandung arti perisai menuju pencapaian pembangunan, aspirasi masyarakat religius dan harmonis dalam kehidupan keagamaannya.

Seluruh penjabaran dari visi itu dijadikan sebuah misi yang harus dilaksanakan atau diemban agar seluruh anggota organisasi dan pihak yang berkepentingan dapat mengetahui dan mengenal keberadaan serta peran Kecamatan Jatiasih dalam menyelenggarakan pemerintahan Kota Bekasi. Adapun misinya adalah: (a) Menciptakan sumber daya aparat profesional yang memahami dan melaksanakan tugas sesuai dengan tugas dan pokok fungsinya, menyelesaikan tugas tepat waktu, berdisiplin tinggi, dan memberikan pelayanan masyarakat yang cepat, tepat dan memuaskan; (b) Menciptakan pelayanan prima yang tepat, cepat dan akurat serta fasilitasi pelayanan ijin usaha; (c) Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam bidang kesehatan, K3, ketertiban, keamanan dan kebersihan; (d) Pemberdayaan sumber daya manusia yang berorientasi kewirausahaan untuk mewujudkan kemandirian lokal yang mampu mengendalikan sumber daya sesuai dengan lingkungan strategisnya; dan (e) Menyediakan akses jalan yang menunjang perdagangan serta perbaikan drainase (bekasikota.go.id) (gufron).

Sumber:
"Kecamatan Jatiasih" diakses dari http://www.bekasikota.go.id/read/154/kecamatan-jatiasih, tanggal 14 September 2013.

"Profil Kecamatan Jatiasih", diakses dari http://bekasikota.go.id/readotherskpd/154/124/profil-kecamatan-jatiasih, tanggal 16 September 2013.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive